Kamis, 31 Maret 2016

MALAYSIA MENGKLAIM REOG PONOROGO DAN KUDA LUMPING

Hak cipta adalah hak eksklusif (yang diberikan oleh pemerintah) untuk mengatur penggunaan hasil penuangan gagasan atau informasi tertentu. Dalam Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002 pengertian Hak Cipta adalah “hak eksklusif bagi pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya atau memberikan izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut perundang-undangan yang berlaku”. (psl1 butir 1)
Hukum yang mengatur Hak Cipta biasanya mencakup ciptaan yang berupa perwujudan suatu gagasan tertentu dan tidak mencakup gagasan umum, konsep, fakta, gaya, atau teknik yang mungkin terwujud atau terwakili di dalam ciptaan tersebut. Pasal 12 Undang-undang Hak Cipta Indonesia tahun 2002 menetapkan ciptaan yang termasuk dilindungi oleh hukum Hak Cipta di Indonesia. Salah satu dari ciptaan yang dilindungi adalah drama atau drama musical, tari, koreografi, pewayangan, dan pantonim.
Pelanggaran hak cipta terjadi jika materi Hak Cipta digunakan tanpa izin dari Pencipta yang mempunyai hak eksklusif atas ciptaannya. Untuk terjadinya pelanggaran, harus ada kesamaan antara dua ciptaan yang ada. Hak Cipta juga dilanggar jika seluruh atau sebagian substansial dari suatu ciptaan yang dilindungi Hak Cipta diperbanyak. Pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan terhadap Hak Cipta dapat dikenakan denda/sanksi pidana secara khusus yang diatur dalam Undang-undang Hak Cipta.
Sebagai contoh yaitu adanya pelanggaran Hak Cipta yang dilakukan oleh negara Malaysia. Setelah gagal mengklaim lagu Rasa Sayange, Malaysia mencoba mengklaim kesenian yang lain yaitu kesenian rakyat Jawa Timur: Reog Ponorogo yang diklaim Malaysia sebagai kesenian mereka. Kesenian Wayang Kulit yang mereka klaim tidak mengubah nama “Reog”, mungkin karena diikuti nama daerah Ponorogo maka namanya diubah menjadi “Tarian Barongan”. Padahal wujud Reog itu bukan naga seperti Barongsai tapi wujud harimau dan burung merak yang sama seperti Reog Ponorogo. Malaysia kesulitan mencari nama baru sehingga memilih yang mudah saja, yaitu Tarian Barongan. Bukan itu saja, kisah dibalik tarian itupun diubah. Hal ini sama seperti ketika Malaysia mengubah lirik lagu Rasa Sayange. Kalau saja mereka menyertakan informasi dari mana asal tarian tersebut maka tidak akan ada yang protes. Padahal apa susahnya mencantumkan nama asli dan bangsa pemiliknya. Seperti yang mereka lakukan pada kesenian Kuda Kepang yang kalau di Indonesia lebih dikenal dengan nama Kuda Lumping. Malaysia mencantumkan nama asal kesenian Kuda Kepang dari Jawa. Kenapa tidak dilakukan pada kesenian yang lain seperti Reog Ponorogo, Wayang Kulit, Batik, Angklung, Rendang dll.
Malaysia telah melanggar Hak Cipta yaitu menggunakan budaya asli Indonesia dengan mengganti nama, cerita, namun kebudayaan tersebut sesungguhnya berasal dari Indonesia. Pelanggaran Hak Cipta yang telah dilakukan leh Negara Malaysia dapat dikenakan tindak pidana ataupun perdata. Sebenarnya, hal ini dapat dicegah jika Malaysia mencantumkan nama asli dan bangsa pemilik dari kebudayaan yang dipertunjukkan.
 
 Masalah ini dapat dijadikan pembelajaran untuk kita sebagai masyarakat indonesia untuk terus melestarikan budaya bangsa dan menghargai karya setiap insan bangsa untuk terus memajukan bangsa indonesia. Karena bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai bukan hanya para pahlawanya saja akan tetapi juga warisan yang diturunkan kepada kita untuk terus senantiasa menjaga dan melestarikannya sebagai bentuk rasa terimakasih atas apa yang telah diberikan dan dianugerahkan. 
 
sumber : http://mundir-asror.blogspot.co.id/2010/12/malaysia-mengklaim-reog-ponorogo-dan.htm
 

KASUS PELANGGARAN HAK MEREK

Merek merupakan suatu tanda yang berupa gambar atau huruf yang berada dalam suatu produk, terdiri dari warna-warna yang beraneka ragam dengan tujuan agar dapat menarik perhatian konsumen dan meraih keuntungan maksimal. Merek tersebut digunakan di pasaran dalam sistem perdagangan baik berupa barang maupun jasa.

Fungsi dari merek dapat dikatakan sebagai pemberitahu dan pembanding produk yang dihasilkan oleh suatu perusahaan atau seseorang dengan produk dari perusahaan lain atau orang lain. Dapat dikatakan pula fungsi dari merek adalah sebagai jaminan mutu produk tersebut terutama dari segi kualitasnya. Oleh karena itu agar kepemilikan dan merek tersebut diakui oleh konsumen, maka dibutuhkan suatu hak merek agar tidak mudah di salah gunakan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab, seperti menduplikasi merek tersebut dengan merubah beberapa kata dari merek tersebut tetapi jenis produk sama ataupun sebaliknya.

Kasus merek di Indonesia banyak terjadi baik bidang industri. Kasus-kasus tersebut bahkan ada yang menuai kontroversi dan ada yang masih saat ini tetap beredar di pasaran. Penulisan ini saya akan membahas salah satu contoh kasus merek yang beredar di pasaran, beserta analisis dan contoh-contoh lainnya.

 Kasus sengketa sepeda motor Tossa Krisma dengan Honda Karisma

Kasus ini berawal dari kesalahan penemu merek. Dilihat dengan seksama antara Krisma dan Karisma memiliki penyebutan kata yang sama. Tossa Krisma diproduksi oleh PT.Tossa Sakti, sedangkan Honda Karisma diproduksi oleh PT.Astra Honda Motor. PT.Tossa Sakti tidak dapat dibandingkan dengan PT.Astra Honda Motor (AHM), karena PT.AHM perusahaan yang mampu memproduksi 1.000.000 unit sepeda motor per tahun. Sedangkan PT.Tossa Sakti pada motor Tossa Krisma tidak banyak konsumen yang mengetahuinya, tetapi perusahaan tersebut berproduksi di kota-kota Jawa Tengah, dan hanya beberapa unit di Jakarta.

Permasalahan kasus ini tidak ada hubungan dengan pemroduksian, tetapi masalah penggunaan nama Karisma oleh PT.AHM. Sang pemilik merek dagang Krisma (Gunawan Chandra), mengajukan gugatan kepada PT.AHM atas merek tersebut ke jalur hukum. Menurut beliau, PT.AHM telah menggunakan merek tersebut dan tidak sesuai dengan yang terdaftar di Direktorat Merek Dirjen Hak Kekayaan Intelektual Departemen Hukum dan HAM. Bahkan PT.AHM diduga telah menggunakan merek tidak sesuai prosedur, karena aslinya huru Karisma di desain dengan huruf balok dan berwarna hitam putih, sedangkan PT.AHM memproduksi motor tersebut dengan tulisan huruf sambung dengan desain huruf berwana.
Akhirnya permohonan Gunawan Chandra dikabulkan oleh hakim Pengadilan Niaga Negeri.

Namun, PT.AHM tidak menerima keputusan dari hakim pengadilan, bahkan mengajukan keberatan melalui kasasi ke Mahkamah Agung. PT.AHM menuturkan bahwa sebelumnya Gunawan Chandra merupakan pihak ketiga atas merek tersebut. Bahkan, beliau menjiplak nama Krisma dari PT.AHM (Karisma) untuk sepeda motornya. Setelah mendapat teguran, beliau membuat surat pernyataan yang berisikan permintaan maaf dan pencabutan merek Krisma untuk tidak digunakan kembali, namun kenyataannya sampai saat ini beliau menggunakan merek tersebut.

Hasil dari persidangan tersebut, pihak PT.Tossa Sakti (Gunawan Chandra) memenangkan kasus ini, sedangkan pihak PT.AHM merasa kecewa karena pihak pengadilan tidak mempertimbangkan atas tuturan yang disampaikan. Ternyata dibalik kasus ini terdapat ketidakadilan bagi PT.AHM, yaitu masalah desain huruf pada Honda Karisma bahwa pencipta dari desain dan seni lukis huruf tersebut tidak dilindungi hukum.

Dari kasus tersebut, PT.AHM dikenakan pasal 61 dan 63 Undang-Undang No.15 Tahun 2001 tentang merek sebagai sarana penyelundupan hukum. Sengketa terhadap merek ini terjadi dari tahun 2005 dan berakhir pada tahun 2011, hal ini menyebabkan penurunan penjualan Honda Karisma dan pengaruh psikologis terhadap konsumen. Kini, PT.AHM telah mencabut merek Karisma tersebut dan menggantikan dengan desain baru yaitu Honda Supra X dengan bentuk hampir serupa dengan Honda Karisma.
 Dari kasus tersebut kita dapat lihat kurangnya pemahaman masyarakat terhadap hak cipta (merk) membuat banyak masyarakat melakukan pelanggaran-pelanggaran mengenai hak cipta. Seharusnya pemerintah memberikan sosialisasi dengan melakukan penyuluhan-penyuluhan dalam berbagai bentuk kepada masyarakat mengenai hak cipta dan sanksi-sanksi yang didapat ketika hak
cipta dilanggar dengan tujuan agar masyarakat lebih memahami akan pentingnya hak cipta, lebih menghargai hasil karya orang lain. Pemerintah juga harus bertindak tegas untuk menghukum para pelaku yang terlibat dalam kasus pelanggaran hak cipta dalam bentuk apapun itu.

Sumber : http://catatan-operator-warnet.logspot.co.id/2014/12/contoh-contoh-kasus-yang-melanggar-hak.html

Halaman