Merek merupakan suatu tanda yang berupa gambar atau huruf yang
berada dalam suatu produk, terdiri dari warna-warna yang beraneka ragam dengan
tujuan agar dapat menarik perhatian konsumen dan meraih keuntungan maksimal.
Merek tersebut digunakan di pasaran dalam sistem perdagangan baik berupa barang
maupun jasa.
Fungsi dari merek dapat dikatakan sebagai pemberitahu dan
pembanding produk yang dihasilkan oleh suatu perusahaan atau seseorang dengan
produk dari perusahaan lain atau orang lain. Dapat dikatakan pula fungsi dari
merek adalah sebagai jaminan mutu produk tersebut terutama dari segi
kualitasnya. Oleh karena itu agar kepemilikan dan merek tersebut diakui oleh
konsumen, maka dibutuhkan suatu hak merek agar tidak mudah di salah gunakan
oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab, seperti menduplikasi merek
tersebut dengan merubah beberapa kata dari merek tersebut tetapi jenis produk
sama ataupun sebaliknya.
Kasus merek di Indonesia banyak terjadi baik bidang industri.
Kasus-kasus tersebut bahkan ada yang menuai kontroversi dan ada yang masih saat
ini tetap beredar di pasaran. Penulisan ini saya akan membahas salah satu
contoh kasus merek yang beredar di pasaran, beserta analisis dan contoh-contoh
lainnya.
Kasus sengketa sepeda motor Tossa Krisma dengan Honda Karisma
Kasus ini berawal dari kesalahan penemu merek. Dilihat dengan
seksama antara Krisma dan Karisma memiliki penyebutan kata yang sama. Tossa
Krisma diproduksi oleh PT.Tossa Sakti, sedangkan Honda Karisma diproduksi oleh
PT.Astra Honda Motor. PT.Tossa Sakti tidak dapat dibandingkan dengan PT.Astra
Honda Motor (AHM), karena PT.AHM perusahaan yang mampu memproduksi 1.000.000
unit sepeda motor per tahun. Sedangkan PT.Tossa Sakti pada motor Tossa Krisma
tidak banyak konsumen yang mengetahuinya, tetapi perusahaan tersebut
berproduksi di kota-kota Jawa Tengah, dan hanya beberapa unit di Jakarta.
Permasalahan kasus ini tidak ada hubungan dengan pemroduksian,
tetapi masalah penggunaan nama Karisma oleh PT.AHM. Sang pemilik merek dagang
Krisma (Gunawan Chandra), mengajukan gugatan kepada PT.AHM atas merek tersebut
ke jalur hukum. Menurut beliau, PT.AHM telah menggunakan merek tersebut dan
tidak sesuai dengan yang terdaftar di Direktorat Merek Dirjen Hak Kekayaan
Intelektual Departemen Hukum dan HAM. Bahkan PT.AHM diduga telah menggunakan
merek tidak sesuai prosedur, karena aslinya huru Karisma di desain dengan huruf
balok dan berwarna hitam putih, sedangkan PT.AHM memproduksi motor tersebut
dengan tulisan huruf sambung dengan desain huruf berwana.
Akhirnya permohonan Gunawan Chandra dikabulkan oleh hakim
Pengadilan Niaga Negeri.
Namun, PT.AHM tidak menerima keputusan dari hakim pengadilan,
bahkan mengajukan keberatan melalui kasasi ke Mahkamah Agung. PT.AHM menuturkan
bahwa sebelumnya Gunawan Chandra merupakan pihak ketiga atas merek tersebut.
Bahkan, beliau menjiplak nama Krisma dari PT.AHM (Karisma) untuk sepeda
motornya. Setelah mendapat teguran, beliau membuat surat pernyataan yang
berisikan permintaan maaf dan pencabutan merek Krisma untuk tidak digunakan
kembali, namun kenyataannya sampai saat ini beliau menggunakan merek tersebut.
Hasil dari persidangan tersebut, pihak PT.Tossa Sakti (Gunawan
Chandra) memenangkan kasus ini, sedangkan pihak PT.AHM merasa kecewa karena
pihak pengadilan tidak mempertimbangkan atas tuturan yang disampaikan. Ternyata
dibalik kasus ini terdapat ketidakadilan bagi PT.AHM, yaitu masalah desain
huruf pada Honda Karisma bahwa pencipta dari desain dan seni lukis huruf
tersebut tidak dilindungi hukum.
Dari kasus tersebut, PT.AHM dikenakan pasal 61 dan 63
Undang-Undang No.15 Tahun 2001 tentang merek sebagai sarana penyelundupan
hukum. Sengketa terhadap merek ini terjadi dari tahun 2005 dan berakhir pada
tahun 2011, hal ini menyebabkan penurunan penjualan Honda Karisma dan pengaruh
psikologis terhadap konsumen. Kini, PT.AHM telah mencabut merek Karisma
tersebut dan menggantikan dengan desain baru yaitu Honda Supra X dengan bentuk
hampir serupa dengan Honda Karisma.
Dari kasus tersebut kita dapat lihat kurangnya pemahaman masyarakat terhadap hak cipta (merk) membuat banyak
masyarakat melakukan pelanggaran-pelanggaran mengenai hak cipta. Seharusnya pemerintah memberikan sosialisasi dengan melakukan
penyuluhan-penyuluhan dalam berbagai bentuk kepada masyarakat mengenai hak
cipta dan sanksi-sanksi yang didapat ketika hak
cipta dilanggar dengan tujuan
agar masyarakat lebih memahami akan pentingnya hak cipta, lebih menghargai
hasil karya orang lain. Pemerintah juga harus
bertindak tegas untuk menghukum para pelaku yang terlibat dalam kasus
pelanggaran hak cipta dalam bentuk apapun itu.
Sumber : http://catatan-operator-warnet.logspot.co.id/2014/12/contoh-contoh-kasus-yang-melanggar-hak.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar