Minggu, 24 April 2016

Pelanggar hak paten, Apple terancam denda Rp5,4 triliun

Kabar buruk menimpa Apple. Jenama terbaik di dunia ini dinyatakan bersalah karena melanggar hak paten milik Universitas Wisconsin-Madison, Amerika Serikat, dan terancam denda hingga USD400 juta, atau sekitar Rp 5,4 triliun.
TheVerge, Kamis (15/10/2015), mengabarkan bahwa paten yang dilanggar oleh Apple adalah teknologi yang bisa membantu meningkatkan efisiensi chip. Wisconsin Alumni Research Foundation (WARF), lembaga yang memegang lisensi Universitas Wisconsin-Madison, mendaftarkan tuntutan kepada Apple sejak bulan Januari 2014 lalu, untuk hak paten yang sudah terdaftar sejak tahun 1998.
Juri Pengadilan Wisconsin kemudian mempertimbangkan apakah prosesor A7, A8 dan A8X yang digunakan Apple iPhone 5s, 6 dan 6 Plus, serta beberapa tipe iPad, itu melanggar hak paten.
Apple bersikeras bahwa paten tersebut invalid tetapi Pengadilan Wisconsin tidak menganggap demikian. Pada Selasa (13/10/2015) juri federal menyatakan perusahaan yang bermarkas di Cupertino, California, itu melanggar hak paten yang dimiliki WARF dan menegaskan bahwa hak paten itu valid.
Setelah Apple dinyatakan bersalah, sidang kemudian beralih kepada besar biaya yang harus dibayarkan Apple.
Jaksa Wilayah AS William Conley, menurut Reuters, pada 29 September sempat menyatakan bahwa klaim maksimal yang bisa dituntut oleh WARF mencapai USD862,4 juta (Rp 11,6 triliun).
Namun kemudian WARF sepertinya membatalkan beberapa klaim dalam persidangan, termasuk tuntutan mereka untuk menghitung juga gawai iPhone dan iPad yang dijual sebelum tuntutan diajukan, sehingga kemudian muncul angka USD400 juta sebagai jumlah ganti rugi yang harus dibayarkan Apple. WARF, seperti dikutip Bloomberg menyatakan Apple harus membayar USD2,74 (Rp37.000) untuk setiap gawai yang telah terjual.
Pengacara Apple, William Lee, berargumen bahwa jumlah tersebut terlalu banyak. Lee kemudian merujuk pada kasus pelanggaran hak cipta yang sama oleh IntelCorp pada 2009.
Saat itu Intel, yang juga melanggar hak cipta milik WARF, hanya membayar USD110 juta, padahal perusahaan teknologi itu telah menjual 1,5 miliar unit prosesor yang menggunakan hak cipta milik WARF.
Bloomberg mengabarkan bahwa argumen penutup akan dilakukan pada Jumat waktu setempat.
Masalah ini bukan sekali saja, sebelumnya Apple juga beberapa kali tersandung masalah tentang hak paten. Pada tahun 2012 lalu, seperti yang dikabarkan Kompas Tekno, Kamis (21/5/2015), perseteruan Apple dan Samsung tentang masalah hak paten desain tersebut menjadi kasus besar di industri ponsel pintar. Namun, keduanya sudah sepakat untuk mengambil jalan damai.

 Jadi menurut saya  ini akan menjadi pelajaran bagi semua pihak untuk sebelum merilis suatu produk terlebih dahulu haruslah memeriksa apakah sesuatu tersebut telah dipatenkan atau belum.
 
https://beritagar.id/artikel/sains-tekno/langgar-hak-paten-apple-terancam-denda-rp-54-triliun

Contoh Kasus Hak Paten di Bidang Perisdustrian



Hak paten merupakan sebuah hak khusus yang diberikan oleh negara atas ciptaan dari sang pemilik di bidang teknologi berdasarkan penelitiannya sendiri atau orang lain dengan persetujuannya. Sedangkan seseorang atau beberapa orang yang menemukan suatu temuan baru dan telah melakukan penelitian dalam bidang teknologi disebut inventor. Pemegang hak paten adalah seorang inventor sebagai pemilik paten atau pihak yang menerima hak tersebut dan terdaftar dalam Daftar Hak Paten. Hak paten diatur dalam Undang-Undang No.14 Tahun 2001, pasal 1 dan ayat 1.

Sekarang ini, banyak kasus pelanggaran hak paten khususnya di bidang industri. Hal tersebut disebabkan karena si penjiplak menginginkan produk yang didistribusikan ke seluruh negara atau seluruh daerahnya dapat diakui di masyakarat dan terutama ingin meraih keuntungan yang besar karena dianggap memiliki kesamaan dengan produk produsen lain. Padahal, hal tersebut memasuki pelanggaran hak paten karena pemilik awal telah mendaftar patennya atas kepemilikan dari hasil ciptaan awal.

Akibat dari kasus tersebut, menimbulkan permasalahan yang panjang bahkan sampai menuju jalur hukum yang mengakibatkan si penjiplak mengalami kerugian yang sangat besar, mulai dari segi keuntungan penjualan sampai pada image atau nama baik si produsen penjiplak tersebut dengan Undang-Undang yang berlaku. Berikut ini akan saya bahas dua contoh pelanggaran hak paten di bidang industri beserta analisisnya.

1. Google dan Facebook Kalah di Kasus Hak Paten

Hakim Kevin Castel di Manhattan mengatakan bahwa Wireless Inc Corp, penyedia layanan Winksite, terus mengejar klaim pelanggaran hak paten Oktober 2009 pada Google Buzz dan Facebook Mobile.
Hak paten ini menyangkut metode untuk membantu pengguna ponsel awam menciptakan situs web mobile yang bisa dilihat pengguna ponsel lain. Wireless Ink mencari bukti pelanggaran, kompensasi serta perusahaan yang terjadi akibat pelanggaran ini.
Pengacara Wireless Ink Jeremy Pitcock, Facebook dan Google tak segera memberi komentar mengenai hal ini. Menurut gugatan yang dan diajukan Desember lalu, aplikasi Wireless Ink yang disebut hak paten 983 menjadi hak paten publik pada Januari 2004. Hal ini terjadi tiga tahun sebelum situs jejaring sosial paling populer di dunia, Facebook, meluncurkan situs mobile pertamanya.
Untuk Google, hal ini terjadi enam tahun sebelum raksasa mesin pencari itu meluncurkan Buzz guna menyaingi Facebook. Wireless Ink memaparkan bahwa dua perusahaan yang kaya sumber daya, cerdas hak paten serta berteknologi maju ini tak menyadari hak paten 983. Hal ini semata-mata karena ketidakpedulian yang disengaja pihak terdakwa. Winksite memiliki lebih dari 75 ribu pengguna terdaftar. Sementara itu, Facebook Mobile telah memiliki puluhan juta pengguna, dan Google mengatakan, puluhan juta orang telah mendaftar Buzz pada dua hari pertama layanan itu dirilis.
Dalam putusannya, Castel mengatakan, Wireless Ink tidak mengungkapkan fakta-fakta yang tak konsisten dengan adanya klaim yang layak. Selain itu, ia juga menolak naik banding untuk membatalkan gugatan gak paten Wireless Ink itu.
Dari kasus tersebut dapat dikatakan bahwa Google Buzz telah gagal. Sementara itu, Google mendapat masalah privasi saat pertama menggunakan daftar email dari akun pengguna Gmail untuk membuat jaringan sosial kontak Buzz. Kemudian, Google juga mengubah pengaturan kontak Gmail agar terus disimpan sebagai data pribadi secara default, sehingga para pengguna atau user dapat menggunakan Gmail sama dengan Yahoo.

2. Hak Paten Mesin Motor Bajaj Ditolak di Indonesia
Motor Bajaj merupakan salah satu produk sepeda motor yang dikenal di kalangan masyarakat Indonesia, bahkan desain yang dihasilkan menarik dan terlihat elegan. Namun, tidak disangka hak paten teknologi mesin motor kebanggaan masyarakat India ini menjadi masalah di Indonesia.

Bajaj Auto Limited sebagai produsen motor Bajaj menggugat Ditjen Hak Kekayaan Intelektual (HAKI), Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkum HAM). Sebab, permohonan paten untuk sistem mesin pembakaran dalam dengan prinsip empat langkah ditolak dengan alasan sudah dipatenkan terlebih dahulu oleh Honda Giken Kogyo Kabushiki Kaisha.

Kuasa hukum perusahaan Bajaj pun meminta agar hakim pengadilan membatalkan atas penolakan permohonan terhadap kasus tersebut. Kasus tersebut bermula ketika Ditjen Haki menolak permohonan pendaftaran paten Bajaj pada 30 Desember 2009 dengan alasan ketidakbaruan dan tidak mengandung langkah inventif. Atas penolakan tersebut, Bajaj Auto mengajukan banding ke Komisi Banding Paten. Namun Komisi Banding dalam putusannya pada 27 Desember 2010 sependapat dengan Direktorat Paten sehingga kembali menolak pendaftaran paten tersebut. Hal tersebut dikarenakan prinsip motor Bajaj merupakan prinsip yang masih baru berkembang.

Kesaksian dalam sidang tersebut, satu silinder jelas berbeda dengan dua silinder. Untuk konfigurasi busi tidak menutup kemungkinan ada klaim yang baru terutama dalam silinder dengan karakter lain. Namun, kebaruannya adalah ukuran ruang yang kecil. Dimana harus ada busi dengan jumlah yang sama. Keunggulan dari Bajaj ini adalah bensin yang irit dan memiliki emisi yang ramah lingkungan.

Ditjen HAKI punya catatan tersendiri sehingga menolak permohonan paten ini, yaitu sistem ini telah dipatenkan di Amerika Serikat atas nama Honda Giken Kogyo Kabushiki Kaisha dengan penemu Minoru Matsuda pada 1985. Lantas oleh Honda didaftarkan di Indonesia pada 28 April 2006. Namun dalih ini dimentahkan oleh Bajaj, karena telah mendapatkan hak paten sebelumnya dari produsen negara aslanya, yaitu India.
Dari kasus diatas dapat dianalisa bahwa perusahaan Bajaj dimungkinkan kurang jeli dalam masalah penggunaan mesin yang aman digunakan untuk konsumen. Walaupun kenyataannya menurut perusahaan Bajaj tersebut menolak atas tuntutan yang diajukan oleh Ditjen HAKI. Sebaiknya jika terbukti bersalah sebaiknya sesegera mungkin diberi solusi untuk perbaikan mesin tersebut agar tidak terjadi masalah seperti pencabutan penjualan dan lainnya. Namun jika pernyataan berbanding terbalik dari tuduhan awal, sebaiknya perusahaan tersebut menunjukkan bukti fisik yang kuat dan tidak berdiam untuk enggan berkomentar, karena pada asalnya dari negara produsen awal tidak terjadi masalah pada pemesinan tersebut.
Semoga kedepannya tidak terjadi pelanggaran hak paten khususnya bidang industri, dan sebaiknya pencipta suatu teknologi wajib mematenkan hasil karyanya agar tidak terjadi permasalahan yang menyebabkan merugi dan menurunkan image dari perusahaan yang bersangkutan.

Referensi:

Halaman