TEMA : PEMUDA
DAN SOSIALISASI
Pemuda adalah individu dengan karakter yang dinamis, bahkan bergejolak dan
optimis namun belum memiliki pengendalian emosi yang stabil. Pemuda menghadapi
masa perubahan sosial maupun kultural.
Proses sosialisasi adalah proses yang membantu individu melalui media
pembelajaran dan penyesuaian diri, bagaimana bertindak dan berpikir agar ia
dapat berperan dan berfungsi, baik sebagai individu maupun sebagai anggota
masyarakat. Ada beberapa hal yang perlu kita ketahui dalam sosialisasi, antara
lain: Proses Sosialisasi, Media Sosialisasi dan Tujuan Sosialisasi.
Melalui proses sosialisasi, pemuda merubah cara berpikir dan kebiasaan
hidupnya. Dengan proses sosialisasi, seseorang menjadi tahu bagaimana ia mesti
bertingkah laku di kehidupan masyarakat dan lingkungannya. Kepribadian seorang
pemuda dapat terbentuk melalui proses sosialisasi. Dalam hal sosialisasi
dikatakan sebagai proses yang membantu individu belajar dan menyesuaikan diri
serta bagaimana berpikir dapat berfungsi dalam kelompok.
PERAN GENERASI MUDA TERHADAP BANGSA INDONESIA
Generasi muda sebagai pilar utama dalam keberlangsungan bangsa ini, ternyata
mulai sekarang dipertanyakan keberadaanya. Tidak hanya ketika ide dan pemikiran
tetapi pengantar atau pun bahasa yang dituturkan ikut menjadi bagian terpenting
di dalamnya.

Aspek yang rasanya juga jelas terlihat ialah aspek bahasa. Gaya bahasa gaul,
yang sebenarnya merupakan bahasa dialek Jakarta turut hadir dalam novel genre
ini. “Loe-gue” yang dihadirkan tidak sekadar membuat “teenlit” begitu terasa
dekat dengan para remaja, tapi justru dunia remaja yang demikian itulah yang
tercermin lewat “teenlit”. Belum lagi cara penyajiannya yang menyerupai
penulisan buku harian, lebih membangkitkan keterlibatan para pembacanya.
Keberadaan bahasa Indonesia di dalamnya tidak terencana, tidak terpola dengan
baik, apa saja bisa masuk. Baik pada percakapan (dialog) maupun pada deskripsi,
bahasa yang dipakai adalah bahasa gaul, bahasa prokem, bahasa slang, yang hanya
dimengerti oleh anak remaja. Keberagaman bahasa dan warna-warni percakapan
tidak dapat dipola dan hampir tidak terkendali.
Lihatlah nama acara-acara di stasiun-stasiun televisi, siaran nasional, dan
daerah. Simaklah laporan kalangan wartawan televisi dan radio (mereka pakai
istilah reporter). Perhatikanlah ucapan-ucapan pembawa acara (mereka
menyebutnya presenter) di layar kaca. Dengarlah dengan cermat bahasa mereka
yang sehari-hari tampil di televisi, dalam acara apa pun.
Dengarlah nama-nama acara di stasiun-stasiun radio siaran. Bacalah nama-nama
rubrik di media massa cetak. Perhatikanlah judul buku-buku fiksi dan nonfiksi
yang dijual di toko-toko buku, di pasar buku, atau di kaki lima sekalipun.
Simaklah dosen dan guru (terutama yang masih muda) yang sedang mengajar di
depan kelas. Dengarkanlah petinggi atau pejabat negara yang sedang berpidato
atau berbicara kepada wartawan.
Tiap saat dengan mudah kita dapat mendengarkan bahasa buruk. Contohnya, gue
banget, thank you banget, ya!, Semakin lama semakin banyak orang yang berbahasa
Indonesia dengan seenaknya, tidak mengindahkan norma atau aturan berbahasa yang
berlaku resmi. Kalau benar isi pepatah lama, “Bahasa menunjukkan bangsa”, maka
untuk mengetahui dan mengurai “wajah” negara dan bangsa kita kini tak usah
mendatangkan ahli dari Amerika Serikat atau Australia.
Mengobati “penyakit” berbahasa yang sudah parah diperlukan usaha bersama semua
pemangku kepentingan bahasa
Indonesia untuk kembali menumbuhkan rasa bangga sebagai bangsa atau orang
Indonesia. Warga negara yang sangat bangga sebagai orang Indonesia tentunya
(seharusnya) juga mencintai bahasa nasionalnya sendiri. Kita, putra-putri
Indonesia abad 21, yang benar-benar mencintai bahasa Indonesia pastilah
menjungjung tinggi bahasa persatuan kita. Untuk mendukung usaha serius ini,
pemerintah dan DPR perlu segera membahas dan mengesahkan Rancangan
Undang-undang tentang Kebahasaan yang dibuat tahun lalu.
Banyak bangsa lain, seperti Filipina dan India, merasa iri dan sangat
terkagum-kagum terhadap bangsa kita karena memiliki bahasa persatuan, bahasa
negara, bahasa nasional. Ini merupakan salah satu jati diri asli bangsa kita.
Masyarakat komunikatif tercipta dengan mampu merasakan kepekaan dan
kepedulian serta siap berargumentasi untuk memecahkan permasalahan kompleks
yang diidap. Konkretnya dengan cara itu, dapat mengawal masa-masa sulit ini
menuju suatu arah yang tepat. Bagaimanapun menyiapkan seperangkat infrastruktur
yang kapabel menyikapi setiap kejutan-kejutan arah angin perubahan secara
tenang dan penuh perhitungan dalam konsensus, dapat menyediakan energi yang
berlimpah ketika kita amat membutuhkannya. Mengkedepankan prioritas tidak
bermakna mengesampingkan kebutuhan lainnya.
Barangkali, sebagai bagian dari bangsa ini. Memang yang lebih diperlukan adalah
kemampuan memelihara memori dan mengambil pelajaran dari apa yang sudah bersama
kita lalui sebagai sebuah bangsa. Sebuah refleksi adalah juga jalan untuk upaya
merawat ingatan; bahwa kemerdekaan ini adalah hasil perjuangan beratus dekade
oleh berjuta pejuang; bahwa otoriterianisme merupakan jalan yang tidak kita
inginkan sebagai bangsa yang bercita-cita dewasa; bahwa represifitas
melumpuhkan demokrasi dan intelektualitas; bahwa kebebasan berpikir dan
bersuara telah dibayar mahal oleh nyawa yang tak ternilai; bahwa korupsi dan
kawan-kawannya telah menghancurkan sendi-sendi keadilan dan meluluhlantakkan
harapan untuk hidup makmur, sejahtera, dan berkeadilan; bahwa wajah pendidikan
menentukan karakter bangsa; bahwa persoalan bangsa ini adalah persoalan yang
harus kita selesaikan secara bersama-sama; bahwa jauh dari tempat kita berada
banyak sosok yang tulus bergerak untuk sesuatu yang memiliki nilai kontribusi
tinggi daripada kita yang hanya berdiam sambil berpura diskusi dan turut
berpikir.
Pada berbagi kegiatan pun diharapkan masyarakat terutama orang muda harus
merasa ikut memiliki lambang jati diri bangsa Indonesia. Rasa ikut memiliki itu
akan mengukuhkan rasa persatuan terhadap satu tanah air, satu negara kesatuan,
satu bangsa, satu bahasa persatuan, satu bendera, satu lambang negara, dan satu
lagu kebangsaan. Pada gilirannya rasa persatuan itu akan menjauhkan perpecahan
bangsa sekalipun berada dalam era reformasi dan globalisasi.
Marilah mulai tumbuhkan kembali kesadaran dalam diri masing-masing untuk
berbahasa Indonesia dengan baik, benar, dan indah. Ketika berbahasa asing,
berbahasa asinglah dengan baik! Ketika berbahasa daerah, berbahasa daerahlah
dengan baik! Ketika berbahasa nasional, berbahasa nasionallah dengan baik pula!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar