Kenapa kasus Intoleransi di Indonesia semakin tinggi dari tahun ke tahun?, jawabannya tidak lain karena negara mengabaikan prinsip hak asasi manusia dan persoalan intoleransi bagi negara adalah persoalan biasa (wajar). Hal ini terlihat dari respon Presiden SBY yang sangat minim kaitan dengan persoalan intoleransi di Indonesia. SBY hanya gemar melakukan politik kata-kata yang berujung pada pencitraan. Hal ini terlihat dari hasil penelitian Setara Institute tahun 2011.
Kita mungkin tidak lupa kaitan dengan kasus Ahmadiyah, kasus pembakaran Gereja, kasus Syah serta praktek intoleransi lainnya. Apakah semua kasus yang disebutkan diatas ada kejelasan dan penyelesaiannya?, cukup disayangkan negara tidak berani dalam mengungkap dan menindak para pelaku, negara cenderung membiarkan dan sepertinya tertekan dengan sekelompok masyarakat. Artinya dalam kasus intoleransi negara kalah dan tidak mampu memberikan perlindungan bagi warga negaranya, apalagi di tambah desakan luar negeri dalam Sidang Dewan HAM PBB di Jenewa, menunjukkan betapa lemahnya Negara.
Jikalau negara kalah dan tidak berani menindak para pelaku dibalik semua kasus tercedarinya kebebasan beragama dan berkeyakinan, kepada siapa lagi masyarakat mengadu?. Siapa yang ditakuti oleh negara sebenarnya, bukankah negara memiliki kewenangan yang kapanpun bisa dilakukan jikalau ada kasus pencederaan terhadap nilai-nilai toleransi, tetapi kenapa negara diam dan membiarkan?
Sudah saatnya negara bertindak benar, memberikan jawaban masyarakat yang belum terjawab hingga hari ini. Kepastian hukum yang tidak ada menunjukkan betapa lemahnya negara, kalah dengan sekelompok orang yang merupakan segelintir dari jumlah masyarakat. Presiden dan jajaranya juga asik dengan bahasa-bahasa lumrah dan sepertinya biasa saja melihat keadaan yang terjadi sementara ada warga negaranya hingga hari ini tidak mendapat jaminan menjalankan ibadah dan kepercayaannya.
Tokoh agama seperti Romo Benny Susetyo melihat negara sebenarnya sudah membuka ruang terjadinya konflik. Pemerintah lembek terhadap ormas-ormas tertentu, dalam kasus Gereja di Aceh, Riau, Bekasi. Pemerintah lebih mendengarkan suara ormas-ormas dibanding melihat kebenaran yang ada. Pemerintah tidak mampu menjadi wasit, tidak memiliki keberanian menegakkan hukum bagi warga negaranya.
Dengan dihujani cercaan dan pertanyaann dari negara-negera sahabat di Sidang Dewan HAM PBB, mudah-mudahan pemerintah Indonesia berubah dan tidak lagi terkesan membiarkan.
Memberikan perlindungan bagi setiap warga negaranya adalah tanggung jawab negara, jangan kemudian akibat pembiaran yang dilakukan negara, terjadi konflik yang berujung pada jatuhnya nilai-nilai kemanusiaan dan Hak Asasi Manusia, Biarlah hal itu hanya terjadi pada masa lalu, hari ini seharusnya kita sudah memasuki dunia baru tanpa diskriminasi, tanpa intoleransi serta hidup damai dan tenteram antar sesama.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar