Senin, 06 Juni 2016

PELANGGAR HAK CIPTA ATAS LAGU BAND WALI



Pelanggaran Hak Cipta atas Software di Jakarta yaitu Mall Ambasador dan Ratu Plasa, pelanggaran tersebut dengan adanya CD Software Bajakan yang dijual bebas yang ditemukan sebnyak 10.000 keping. CD software ini biasa di jual oleh para penjual seharga Rp.50.000-Rp.60.000 sedangkan harga asli software ini bisa mencapai Rp.1.000.000 per softwarenya, disini para pelaku dengan sangat jelas melanggar suatu karya yang dibuat oleh orang lain, para pelaku menggandakan dan menjual CD software palsu untuk keuntungan diri mereka sendiri. Pembuat software tersebut pasti mengalami tingkat kerugian yang sangat besar dari segi materi atau keuntungan karena CD software asli yang dibuat dengan susah payah yang dijual dengan harga mahal tidak laku, disebabkan murahnya CD software bajakan yang dijual oleh para pelaku. Para pelaku pembajakan CD Software ini dikenakan pasal 72 ayat 2  dipidana dengan penjara paling lama 5  tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 dan tidak menutup kemungkinan dikenakan pasal 72 ayat 9 apabila dalam pemeriksaan tersangka diketahui bahwa tersangka juga sebagai pabrikan.
Dengan adanya penindakan ini diharapkan kepada para pemilik mall untuk memberikan arahan kepada penyewa counter untuk tidak menjual produk-produk software bajakan karena produk bajakan ini tidak memberikan kontribusi kepada negara dibidang pajak disamping itu untuk menghindari kecaman dari United States Trade Representative (USTR) agar Indonesia tidak dicap sebagai negara pembajak.
- See more at: http://zikriakbar12.blogspot.co.id/2015/05/contoh-kasus-pelanggaran-hak-cipta.html#sthash.ch77Llfn.dpuf

















pembajakan karya cipta lagu ‘Cari Jodoh’ yang dipopulerkan Band Wali mulai disidangkan di Pengadilan Negeri (PN) Malang, Jawa Timur, Rabu (1/5/2013).
Di sidang pertama itu, bos PT Nagaswara, Rahayu Kertawiguna, dihadirkan. Rahayu adalah bos dari label yang selama ini mendistribusikan karya-karya Faang dan kawan-kawannya itu. Selain bos PT Nagaswara, Rahayu hadir di persidangan sebagai saksi atas dugaan pembajakan yang dilakukan Malikul Akbar Atjil.
Kasus lagu ‘Cari Jodoh’ milik Band Wali, cerita Rahayu, pihaknya semula tidak tahu perbuatan yang dilakukan Atjil. “Jangankan memberi tahu, minta ijin memakai lagu ‘Cari Jodoh-nya’ Wali saja tidak dilakukan Atjil,” tutur Rahayu.
Menurut Rahayu, akibat aksi pembajakan lagu ‘Cari Jodoh’ itu, sebagai pemegang hak cipta karya tersebut, pihaknya dirugikan Atjil sebesar Rp 1 Milyar. Dalam laporannya yang dibuat tahun 2010, Rahayu menyertakan jumlah kerugian itu.
Selama Atjil belum diputus bersalah oleh majelis hakim PN Malang, jelas Rahayu, pihak distribusi Malaysia Incitech bisa terus menjual karya lagu ‘Cari Jodoh-nya’ Band Wali versi Atjil tanpa ada ijin yang jelas.
Perkara tersebut dimulai ketika lagu ‘Cari Jodoh’ karya cipta Band Wali dibajak di Malaysia tahun 2009. Setelah dilakukan penyidikan, Polda Jawa Timur menangkap Atjil di Surabaya pada awal tahun 2013. Atjil belakangan diketahui pernah menjadi aktivis Antipembajakan. Saat ditangkap, Atjil mengaku, Malaysia Incitech sudah membeli karya lagu ‘Cari Jodoh’ dari Wali Band. (kin)

Pelanggaran Hak Cipta atas Musik dan Lagu yang Dituangkan dalam Bentuk VCD/DVD
 Lokasi perdagangan VCD/DVD/CD bajakan yang sangat populer di Mangga Dua. Daerah tersebut merupakan kawasan yang sangat strategis, karena terletak di salah satu pusat bisnis DKI Jakarta, yakni berada di sebelah Utara Jakarta.
Para pedagang VCD/DVD/CD bajakan ini latar belakang pendidikannya rata-rata berpendidikan sekolah dasar hingga sekolah menengah umum. Dari segi latar belakang sosial ekonominya mereka dapat dikategorikan sebagai masyarakat bawah. Pedagang VCD/DVD/CD bajakan sendiri sebagian besar berasal dari lingkungan sekitar dan selebihnya berasal dari luar daerah mangga dua.
Para pedagang VCD/DVD/CD bajakan rata-rata telah melakukan perdagangan di Mangga Dua lebih dari 3 (tiga) tahun. Lama waktu perdagangan VCD/DVD/CD bajakan di lingkungan ini biasanya dimulai dari pukul 09.30 berakhir pukul 17.00. Waktu biasanya dibagi menjadi satu atau dua shift. Sementara itu, yang menjaga kios sebagian besar mereka bukan dari pemilik kios tersebut.
Dalam transaksi perdagangan VCD/DVD/CD bajakan ini diketemukan ada banyak pihak yang terlibat. Pihak-pihak disini tidak hanya antara pedagang dengan pembeli/konsumen, tetapi ada pihak-pihak lainnya, yakni; supplier, keamanan, polisi dan petugas retribusi dan tukang parkir.
Dari praktek perdagangan VCD/DVD bajakan, maka sangat jelas bahwa praktek perdagangan VCD/DVD bajakan merupakan suatu tindakan pelanggaran hukum hak cipta. Pelanggaran hukum hak cipta ini dapat menimbulkan kerugian yang sangat luas. Pelanggaran hak cipta bukan hanya merugikan “economic rights” dari pemilik atau pemegang hak, namun dalam skala yang lebih luas juga menimbulkan dampak negatif bagi pemerintah serta masyarakat luas, yang secara totalitas menimbulkan kerugian yang sangat besar.
Menurut Ditjen Bea Cukai kerugian-kerugian tersebut secara jelas lagi dapat dibagi kepada 3 pihak, yakni:
1. Kerugian konsumen
Konsumen harus membayar mahal untuk barang palus, berkualitas rendah, mudah rusak dan mengakibatkan kerusakan materi serta membahayakan kesehatan dan keselamatan jiwa.
2. Kerugian masyarakat usaha, pemegang hak, pencipta
Turunnya nilai penjualan, kerugian finansial, kerugian moral (moral rights), rusaknya reputasi, menurunnya kreatifitas dan hilangnya insentif untuk melakukan inovasi, terganggunya pengembangan teknologi.
3. kerugian pemerintah, negara dan perekonomian
Terganggunya perekonomian nasional, hilangnya pendapatan pajak, hilangnya kepercayaan internasional, rusaknya moralitas bangsa, terhambatnya alih tekonologi baru, keengganan PMA untuk invenstasi, terhambatnya akses pasar untuk komoditi ekspor, ancaman terhadap perdagangan internasional.
Dalam hal pelanggaran hukum hak cipta sendiri, bentuk pelanggaran ini ada yang bersifat keperdataan dan ada yang bersifat pidana. Dalam kaitannya dengan sifat keperdataan, dalam praktek perdagangan VCD/DVD bajakan ini pihak pedagang telah melanggar hak ekonomi dari pencipta/pemegang hak cipta. Pelanggaran hak ekonomi tersebut berupa pengumuman. Menurut ketentuan Pasal 1 angka 5 UU Hak Cipta yang menyatakan bahwa pengumuman adalah pembacaan, penyiaran, pameran, penjualan,pengedaran atau penyebaran suatu ciptaan dengan menggunakan alat apapun, termasuk media internet, atau melakukan dengan cara apa pun sehingga suatu ciptaan dapat dibaca, didengar atau dilihat orang lain.
Ada beberapa tujuan tatkala ada pihak yang merasa dirugikan meminta untuk dilakukan penetapan sementara. Tujuannya adalah:
  1. Mencegah berlanjutnya pelanggaran hak cipta, khususnya mencegah masuknya barang yang diduga melanggar hak cipta atau hak terkait ke dalam jalur perdagangan, termasuk tindakan importasi.
  2. Menyimpan bukti yang berkaitan dengan pelanggaran hak cipta atau hak terkait tersebut guna menghidari terjadinya penghilangan barang bukti.
  3. Meminta kepada pihak yang merasa dirugikan, untuk memberikan bukti yang menyatakan bahwa pihak tersebut memang berhak atas hak cipta atau hak terkait dan hak pemohon tersebut memang sedang dilanggar.
Proses keperdataan ini tentunya berlaku juga bagi pelanggar hak cipta atas VCD/DVD bajakan. Akan tetapi, sangat jarang pihak pemegang hak cipta mengambil upaya hukum keperdataan ini. Ada beberapa alasan pihak pemegang hak cipta jarang melakukan upaya ini, di antaranya:  Pertama,proses keperdataan biasanya membutuhkan biaya, waktu dan tenaga yang tidak sedikit; Kedua,proses keperdataan biasanya menuntut pemegang hak cipta untuk pro aktif di dalam menyelesaikan masalah. Hal ini tentu di anggap sebagai hal yang tidak produktif; Ketiga,sedikitnya atau minimnya pengetahuan pemegang hak cipta terhadap hukum hak cipta dan tidak terkecuali dalam konteks penyelesaian sengketa.
Atas dasar itu, maka tidak sedikit pihak-pihak yang merasa dirugikan dalam pelanggaran atas musik dan lagu dalam bentuk VCD/DVD bajakan akhirnya menempuh upaya hukum pidana.
Di dalam hukum hak cipta telah dirumuskan beberapa tindakan/perbuatan yang dapat dikategorikan pelanggaran hak cipta. Hal ini dapat dilihat pada Pasal 72 ayat (1), (2), (3), (4), (5), (6), (7), (8), (9) UU Hak Cipta. Intinya beberapa perbuatan yang dapat dikategorikan sebagai tindak pidana adalah :
  1. Perbuatan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan berupa perbanyakan dan pengumuman ciptaan atau pelanggaran atas hak moral pencipta.
  2. Perbuatan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan atau menjual kepada pihak umum suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran hak cipta atau hak terkait.
  3. Perbuatan sengaja dan tanpa hak memperbanyak penggunaan untuk kepentingan komersial suatu program komputer.
  4. Perbuatan dengan sengaja melanggar dengan cara mengumumkan setiap ciptaan yang bertentangan dengan kebijaksanaan pemerintah di bidang agama, pertahanan dan keamanan negara, kesusilaan serta ketertiban umum.
  5. Perbuatan sengaja melanggar Pasal 19, Pasal 20 atau Pasal 49 ayat (3).
  6. Perbuatan sengaja dan tanpa hak melanggar Pasal 24 atau Pasal 55.
  7. Perbuatan sengaja dan tanpa hak melanggar Pasal 25.
  8. Perbuatan sengaja dan tanpa hak melanggar Pasal 27.
  9. Perbuatan sengaja melanggar Pasal 28.
Untuk permasalahan pelanggaran hak cipta dalam konteks pidananya dapat dikemukakan beberapa permasalahan juga yaitu; pertama,tindak pidana hak cipta apabila harus ditegakkan dalam pelanggaran hak cipta bagi pelanggar dipandang sebagai sebagai  ultimum remedium, meskipun undang-undang sendiri tidak menyatakan demikian, sehingga hal ini berdampak pada penegakan hukum hak cipta; kedua,adanya pemahaman yang terbatas dari aparat penegak hukum tatkala akan menerapkan tindak pidana hak cipta kepada para pelanggar hak cipta. Konsekuensi lebih jauh tindak pidana hak cipta terkadang tidak efektif adanya pemahaman yang terbatas dari aparat penegak hukum tatkala akan menerapkan tindak pidana hak cipta kepada para pelanggar hak cipta. Konsekuensi lebih jauh tindak pidana hak cipta terkadang tidak efektif.
Setelah memahami pelanggaran hak cipta dan upaya hukum yang dapat dilakukan oleh pencipta/pemegang hak cipta serta permasalahannya, tentunya dapat diketahui bahwa pelanggaran hak cipta terjadi sesungguhnya bukan karena adanya beberapa permasalahan terkait dengan pelanggaran atas ketentuan hukum hak cipta saja. Tetapi ada permasalahan lainnya yang timbul dari pelanggaran hak cipta musik dan lagu dalam bentuk VCD/DVD bajakan. Hal-hal tersebut meliputi juga pada persoalan sosial ekonomi masyarakat.
Sebagaimana diketahui, bagi masyarakat Indonesia maraknya pelanggaran hak cipta tidak semata-mata dikarenakan tidak mengetahui pemberlakuan atas hukum hak cipta, tetapi dalih yang selama ini berkembang bahwa tindakan pelanggaran itu dilakukan mengingat tingkat sosial ekonomi masyarakat Indonesia yang masih rendah. Alhasil, dengan rendahnya tingkat ekonomi ini menjadikan masyarakat berani melakukan pelanggaran hukum hak cipta. Bagi mereka, prinsipnya bukan bagaimana hukum hak cipta dapat ditegakkan, tetapi yang lebih diutamakan adalah bagaimana kebutuhan ekonomi mereka dapat dipenuhi.
Penutup
dapat menyimpulkan dua hal, yakni; Pertama,pelanggaran hak cipta terjadi disebabkan adanya permasalahan hukum hak cipta. Permasalahan tersebut mencakup pada permasalahan penyelesaian pelanggaran baik secara keperdataan maupun pidana. Di samping itu, permasalahan lainnya yang timbul dari pelanggaran hak cipta musik dan lagu yang dituangkan dalam bentuk VCD/DVD disebabkan persoalan sosial ekonomi masyarakat (baca: pelanggar).  Kedua,untuk menyelesaikan permasalahan pelanggaran hak cipta musik dan lagu yang dituangkan dalam bentuk VCD/DVD ini biasanya ditempuh oleh pemerintah dengan melakukan dua langkah, yakni; sosialisasi hukum hak cipta dan melakukan penegakan hukum hak cipta.
Pelanggaran Hak Cipta atas Software di Jakarta yaitu Mall Ambasador dan Ratu Plasa, pelanggaran tersebut dengan adanya CD Software Bajakan yang dijual bebas yang ditemukan sebnyak 10.000 keping. CD software ini biasa di jual oleh para penjual seharga Rp.50.000-Rp.60.000 sedangkan harga asli software ini bisa mencapai Rp.1.000.000 per softwarenya, disini para pelaku dengan sangat jelas melanggar suatu karya yang dibuat oleh orang lain, para pelaku menggandakan dan menjual CD software palsu untuk keuntungan diri mereka sendiri. Pembuat software tersebut pasti mengalami tingkat kerugian yang sangat besar dari segi materi atau keuntungan karena CD software asli yang dibuat dengan susah payah yang dijual dengan harga mahal tidak laku, disebabkan murahnya CD software bajakan yang dijual oleh para pelaku. Para pelaku pembajakan CD Software ini dikenakan pasal 72 ayat 2  dipidana dengan penjara paling lama 5  tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 dan tidak menutup kemungkinan dikenakan pasal 72 ayat 9 apabila dalam pemeriksaan tersangka diketahui bahwa tersangka juga sebagai pabrikan.
Dengan adanya penindakan ini diharapkan kepada para pemilik mall untuk memberikan arahan kepada penyewa counter untuk tidak menjual produk-produk software bajakan karena produk bajakan ini tidak memberikan kontribusi kepada negara dibidang pajak disamping itu untuk menghindari kecaman dari United States Trade Representative (USTR) agar Indonesia tidak dicap sebagai negara pembajak.
- See more at: http://zikriakbar12.blogspot.co.id/2015/05/contoh-kasus-pelanggaran-hak-cipta.html#sthash.ch77Llfn.dpuf
 
 
 

INUL VIZTA KEMBALI MELANGGAR HAK CIPTA


VS  

PT. Vizta Pratama, perusahaan pemegang franchise rumah bernyanyi (karaoke) Inul Vizta, menjadi tersangka atas kasus pelanggaran hak cipta. Nagaswara selaku penggugat menganggap Inul Vizta melanggar hak cipta dengan mengedarkan dan menyalin lagu tanpa membayar royalti untuk produser dan pencipta lagu. Direktur Utama Nagaswara, Rahayu Kertawiguna, yang turut hadir, menjelaskan bahwa sudah terdapat pemanggilan kepada pihak terkait, namun Kim Sung Ku selaku direktur utama Inul Vizta saat ini masih berada di Korea.
Sebelumnya, Nagaswara yang turut merasa dirugikan oleh Inul Vizta melapor ke Mabes Polri pada Jumat, 8 Agustus 2014. Pihak Nagaswara telah melakukan gugatan kepada PT Vizta Pratama, dalam hal ini Inul Vizta dianggap telah menggunakan video klip bajakan dalam lagu-lagu milik Nagaswara di rumah karaokenya. PT Nagaswara memperkarakan Inul Vizta karena menampilkan video klip Bara Bere yang dinyanyikan Siti Badriah dan lagu Satu Jam Saja yang dipopulerkan oleh Zaskia Gotik, tanpa izin terlebih dahulu kepada Nagaswara.
Menurut Otto Hasibuan selaku kuasa hukum PT. Vizta Pratama, yang dilakukan pihak Inul Vizta sudah benar. Pihak Inul telah membayar royalti setiap tahun kepada Nagaswara, dalam hal ini sebagai penggugat, melalui Lembaga Manajemen Kolektif (LMK) seperti WAMI (Wahana Musik Indonesia). Inul Vizta sudah meminta izin kepada WAMI untuk menaruh lagu-lagu milik Nagaswara di rumah karaokenya. Namun WAMI tidak memberikan video klip asli seperti yang sedang dipermasalahkan oleh Nagaswara. "Karena tidak diberikan oleh WAMI, kita jadi asal mengambil, tapi yang penting kan sudah bayar," papar Otto.
Pemegang saham terbesar Inul Vizta, pedangdut Inul Daratista, belum berkomentar atas kasus dugaan pelanggaran hak cipta yang dilayangkan Nagaswara tersebut. Sebetulnya, ini bukan kali pertama karaoke Inul Vizta tersandung masalah. Pada 2009, Andar Situmorang pernah mengajukan gugatan kepada Inul Daratista sebagai pemegang saham terbesar PT Vizta Pratama yang menaungi outlet karaoke Inul Vizta. Andar mengajukan gugatan materi Rp5,5 triliun karena 171 lagu ciptaan komponis nasional, (alm) Guru Nahum Situmorang berada di 20 outlet Inul Vizta tanpa izin. Gugatan yang diproses di Pengadilan Negeri Tata Niaga Jakarta Pusat akhirnya dimenangkan Inul.
Pada 2012, Yayasan Karya Cipta Indonesia (YKCI) mengadukan Inul Vizta ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat terkait lisensi penggunaan lagu. Namun, oleh pihak pengadilan, gugatan tersebut ditolak karena salah konsep. Pada akhirnya, KCI dan Inul sepakat berdamai.
Pada Januari 2014, band Radja melaporkan Inul Vizta ke Mabes Polri karena dianggap menggunakan lagu "Parah" tanpa izin. Inul terancam hukuman 7 tahun penjara dan denda Rp5 miliar karena diduga melanggar UU No. 19 th 2002 tentang Hak Cipta.
Sumber : metrotvnews.com; bintang.com; kapanlagi.com; liputan6.com
Analisa Hukum
Hak Cipta adalah hak eksklusif bagi Pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak Ciptaannya atau memberikan izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku, hal ini merupakan bunyi Pasal 1 ayat 1 Undang-undang Hak Cipta No. 19 Tahun 2002.
Pencipta memiliki hak eksklusif yang dilindungi oleh undang-undang dan perlindungan itu dimaksudkan agar pencipta tidak kehilangan haknya secara ekonomis atas karya-karya yang timbul dan lahir dari kemampuan intelektualitasnya.
Perkembangan musik yang sangat pesat dapat melahirkan persaingan dalam industri musik. Pembajakan merupakan momok yang menakutkan bagi para penggiat musik, khususnya pencipta dan produser musik itu sendiri. Minimnya pemahaman akan Hak Cipta dikalangan masyarakat indonesia, hal ini menyebabkan semakin banyak orang mencari lagu dengan kata kunci free download musik indonesia dari ilegal website. Tingginya kata pencarian ini menjadi sebuah inspirasi bagi para pencari uang di internet dengan membuat situs-situs lagu yang mengandung pelanggaran hak cipta. Sehingga banyak bermunculan website-website yang menyediakan sejumlah link download lagu ilegal.
Dalam kasus Inul Vizta dan Nagaswara ini, penggunaan video klip tanpa seizin produsen dan menyiarkannya untuk kepentingan komersial oleh karaoke Inul Vista dapat dikatagorikan sebagai bentuk kegiatan mengumumkan dan mempublikasikan suatu ciptaan dan dilakukan untuk keperluan komersial, yang sudah pasti akan mendatangkan keuntungan bagi pemilik karaoke, namun di sisi lain akan merugikan pemilik dan pencipta lagu terlebih lagi lagu tersebut belum dirilis secara resmi.
kegiatan tersebut dapat saja dinamakan Pengumuman, pengertian Pengumuman sendiri diatur didalam Pasal 1 ayat 5 Undang-undang Hak Cipta, diterangkan bahwa;"Pengumuman adalah pembacaan, penyiaran, pameran, penjualan, pengedaran atau penyebaran suatu Ciptaan dengan menggunakan alat apapun, termasuk media internet, atau melakukan dengan cara apapun sehingga suatu Ciptaan dapat dibaca, didengar, atau dilihat orang lain.". Tindakan pengumuman yang dilakukan di Inul Vizta, merupakan tindakan yang masuk didalam lingkup Hak Cipta itu sendiri.
Berdasarkan undang-undang Hak Cipta semua pihak yang menggunakan karya cipta berupa lagu milik orang lain maka orang tersebut berkewajiban untuk terlebih dahulu meminta ijin dari si pemegang hak cipta lagu tersebut dan harus membayar royalti apabila digunakan untuk keperluan komersial. Segala Bentuk pengumuman suatu karya cipta untuk kepentingan komersial harus dengan izin pencipta dan membayar royalti. Namun pihak Inul Vizta mengaku telah membayar royalti setiap tahun kepada Nagaswara, dalam hal ini sebagai penggugat, melalui Lembaga Manajemen Kolektif (LMK) seperti WAMI (Wahana Musik Indonesia). Royalti adalah pembayaran yang diberikan pada pemilik hak cipta atas karya cipta miliknya yang telah dipergunakan.
Sayangnya, yang dipermasalahkan pihak Nagaswara yaitu video klip dari artis-artis mereka yang ditayangkan di tempat Karaoke Inul Vizta, bukan merupakan video klip asli. Video klip tersebut diambil oleh pihak Inul Vizta dari situs Youtube.com karena tidak mendapatkan izin dari pihak WAMI.
Bahwa dalam Pasal 113 ayat 3 Undang-undang Hak Cipta No. 28 Tahun 2014 yang berbunyi: "Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta atau pemegang Hak Cipta melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf e, dan/atau huruf g untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah)".
Pihak Inul dapat memastikan apakah izin yang telah didapatkan telah sesuai dengan penggunaannya begitupun dengan pihak WAMI. Keterangan Pihak Inul yag telah membayar royalti setiap tahun kepada Nagaswara melalui Lembaga Manajemen Kolektif (LMK) seperti WAMI (Wahana Musik Indonesia) dan Inul Vizta sudah meminta izin kepada WAMI untuk menaruh lagu-lagu milik Nagaswara di rumah karaokenya namun Karena video klip tidak diberikan oleh WAMI, maka pihak Inul Vizta asal mengambil klip yang tidak asli. Dalam hal ini masalah royalty yang dibayarkan harus diperjelas apakah sebatas penggunaan lagu atau keseluruhan lagu beserta video klipnya. Seharusnya dalam meminta izin juga sudah jelas kalau lagu yang akan digunakan untuk tempat karoke adalah lagu berserta video klipnya, sehingga tidak terjadi permasalahan di kemudian hari yang dapat merugikan kedua belah pihak.
Terkait dengan telah dilindunginya hak-hak pencipta dalam Undang-undang, maka seharusnya tidak ada lagi pelanggaran dalam industri musik Indonesia dapat dan diharapkan para penegak hukum dapat bertindak tegas dalam menangani kasus-kasus pelanggaran hak cipta. 


pendapat saya tentang pelanggaran hak cipta

sangat disayangkan jika sampai saat ini masih banyak terjadi pelanggaran hak cipta 
pelanggaran hak cipta sangat merugikan sekali terutama bagi sang pencipta yang telah dengan susah payang menciptakan suatu yang beda untuk dapat mendapatkan nilai ekonomis , eh malah diambil oleh orang yang tak bertanggung jawab.
seperti halnya baru baru ini terjadi pelanggaran yaitu mengenai kesenian yang telah kita puya dari dulu tetapi tidak pernah dipatenkan sehingga diklam oleh negara lain sebagai salah satu kesenian mereka dan langsung mematenkanya


Minggu, 24 April 2016

Pelanggar hak paten, Apple terancam denda Rp5,4 triliun

Kabar buruk menimpa Apple. Jenama terbaik di dunia ini dinyatakan bersalah karena melanggar hak paten milik Universitas Wisconsin-Madison, Amerika Serikat, dan terancam denda hingga USD400 juta, atau sekitar Rp 5,4 triliun.
TheVerge, Kamis (15/10/2015), mengabarkan bahwa paten yang dilanggar oleh Apple adalah teknologi yang bisa membantu meningkatkan efisiensi chip. Wisconsin Alumni Research Foundation (WARF), lembaga yang memegang lisensi Universitas Wisconsin-Madison, mendaftarkan tuntutan kepada Apple sejak bulan Januari 2014 lalu, untuk hak paten yang sudah terdaftar sejak tahun 1998.
Juri Pengadilan Wisconsin kemudian mempertimbangkan apakah prosesor A7, A8 dan A8X yang digunakan Apple iPhone 5s, 6 dan 6 Plus, serta beberapa tipe iPad, itu melanggar hak paten.
Apple bersikeras bahwa paten tersebut invalid tetapi Pengadilan Wisconsin tidak menganggap demikian. Pada Selasa (13/10/2015) juri federal menyatakan perusahaan yang bermarkas di Cupertino, California, itu melanggar hak paten yang dimiliki WARF dan menegaskan bahwa hak paten itu valid.
Setelah Apple dinyatakan bersalah, sidang kemudian beralih kepada besar biaya yang harus dibayarkan Apple.
Jaksa Wilayah AS William Conley, menurut Reuters, pada 29 September sempat menyatakan bahwa klaim maksimal yang bisa dituntut oleh WARF mencapai USD862,4 juta (Rp 11,6 triliun).
Namun kemudian WARF sepertinya membatalkan beberapa klaim dalam persidangan, termasuk tuntutan mereka untuk menghitung juga gawai iPhone dan iPad yang dijual sebelum tuntutan diajukan, sehingga kemudian muncul angka USD400 juta sebagai jumlah ganti rugi yang harus dibayarkan Apple. WARF, seperti dikutip Bloomberg menyatakan Apple harus membayar USD2,74 (Rp37.000) untuk setiap gawai yang telah terjual.
Pengacara Apple, William Lee, berargumen bahwa jumlah tersebut terlalu banyak. Lee kemudian merujuk pada kasus pelanggaran hak cipta yang sama oleh IntelCorp pada 2009.
Saat itu Intel, yang juga melanggar hak cipta milik WARF, hanya membayar USD110 juta, padahal perusahaan teknologi itu telah menjual 1,5 miliar unit prosesor yang menggunakan hak cipta milik WARF.
Bloomberg mengabarkan bahwa argumen penutup akan dilakukan pada Jumat waktu setempat.
Masalah ini bukan sekali saja, sebelumnya Apple juga beberapa kali tersandung masalah tentang hak paten. Pada tahun 2012 lalu, seperti yang dikabarkan Kompas Tekno, Kamis (21/5/2015), perseteruan Apple dan Samsung tentang masalah hak paten desain tersebut menjadi kasus besar di industri ponsel pintar. Namun, keduanya sudah sepakat untuk mengambil jalan damai.

 Jadi menurut saya  ini akan menjadi pelajaran bagi semua pihak untuk sebelum merilis suatu produk terlebih dahulu haruslah memeriksa apakah sesuatu tersebut telah dipatenkan atau belum.
 
https://beritagar.id/artikel/sains-tekno/langgar-hak-paten-apple-terancam-denda-rp-54-triliun

Contoh Kasus Hak Paten di Bidang Perisdustrian



Hak paten merupakan sebuah hak khusus yang diberikan oleh negara atas ciptaan dari sang pemilik di bidang teknologi berdasarkan penelitiannya sendiri atau orang lain dengan persetujuannya. Sedangkan seseorang atau beberapa orang yang menemukan suatu temuan baru dan telah melakukan penelitian dalam bidang teknologi disebut inventor. Pemegang hak paten adalah seorang inventor sebagai pemilik paten atau pihak yang menerima hak tersebut dan terdaftar dalam Daftar Hak Paten. Hak paten diatur dalam Undang-Undang No.14 Tahun 2001, pasal 1 dan ayat 1.

Sekarang ini, banyak kasus pelanggaran hak paten khususnya di bidang industri. Hal tersebut disebabkan karena si penjiplak menginginkan produk yang didistribusikan ke seluruh negara atau seluruh daerahnya dapat diakui di masyakarat dan terutama ingin meraih keuntungan yang besar karena dianggap memiliki kesamaan dengan produk produsen lain. Padahal, hal tersebut memasuki pelanggaran hak paten karena pemilik awal telah mendaftar patennya atas kepemilikan dari hasil ciptaan awal.

Akibat dari kasus tersebut, menimbulkan permasalahan yang panjang bahkan sampai menuju jalur hukum yang mengakibatkan si penjiplak mengalami kerugian yang sangat besar, mulai dari segi keuntungan penjualan sampai pada image atau nama baik si produsen penjiplak tersebut dengan Undang-Undang yang berlaku. Berikut ini akan saya bahas dua contoh pelanggaran hak paten di bidang industri beserta analisisnya.

1. Google dan Facebook Kalah di Kasus Hak Paten

Hakim Kevin Castel di Manhattan mengatakan bahwa Wireless Inc Corp, penyedia layanan Winksite, terus mengejar klaim pelanggaran hak paten Oktober 2009 pada Google Buzz dan Facebook Mobile.
Hak paten ini menyangkut metode untuk membantu pengguna ponsel awam menciptakan situs web mobile yang bisa dilihat pengguna ponsel lain. Wireless Ink mencari bukti pelanggaran, kompensasi serta perusahaan yang terjadi akibat pelanggaran ini.
Pengacara Wireless Ink Jeremy Pitcock, Facebook dan Google tak segera memberi komentar mengenai hal ini. Menurut gugatan yang dan diajukan Desember lalu, aplikasi Wireless Ink yang disebut hak paten 983 menjadi hak paten publik pada Januari 2004. Hal ini terjadi tiga tahun sebelum situs jejaring sosial paling populer di dunia, Facebook, meluncurkan situs mobile pertamanya.
Untuk Google, hal ini terjadi enam tahun sebelum raksasa mesin pencari itu meluncurkan Buzz guna menyaingi Facebook. Wireless Ink memaparkan bahwa dua perusahaan yang kaya sumber daya, cerdas hak paten serta berteknologi maju ini tak menyadari hak paten 983. Hal ini semata-mata karena ketidakpedulian yang disengaja pihak terdakwa. Winksite memiliki lebih dari 75 ribu pengguna terdaftar. Sementara itu, Facebook Mobile telah memiliki puluhan juta pengguna, dan Google mengatakan, puluhan juta orang telah mendaftar Buzz pada dua hari pertama layanan itu dirilis.
Dalam putusannya, Castel mengatakan, Wireless Ink tidak mengungkapkan fakta-fakta yang tak konsisten dengan adanya klaim yang layak. Selain itu, ia juga menolak naik banding untuk membatalkan gugatan gak paten Wireless Ink itu.
Dari kasus tersebut dapat dikatakan bahwa Google Buzz telah gagal. Sementara itu, Google mendapat masalah privasi saat pertama menggunakan daftar email dari akun pengguna Gmail untuk membuat jaringan sosial kontak Buzz. Kemudian, Google juga mengubah pengaturan kontak Gmail agar terus disimpan sebagai data pribadi secara default, sehingga para pengguna atau user dapat menggunakan Gmail sama dengan Yahoo.

2. Hak Paten Mesin Motor Bajaj Ditolak di Indonesia
Motor Bajaj merupakan salah satu produk sepeda motor yang dikenal di kalangan masyarakat Indonesia, bahkan desain yang dihasilkan menarik dan terlihat elegan. Namun, tidak disangka hak paten teknologi mesin motor kebanggaan masyarakat India ini menjadi masalah di Indonesia.

Bajaj Auto Limited sebagai produsen motor Bajaj menggugat Ditjen Hak Kekayaan Intelektual (HAKI), Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkum HAM). Sebab, permohonan paten untuk sistem mesin pembakaran dalam dengan prinsip empat langkah ditolak dengan alasan sudah dipatenkan terlebih dahulu oleh Honda Giken Kogyo Kabushiki Kaisha.

Kuasa hukum perusahaan Bajaj pun meminta agar hakim pengadilan membatalkan atas penolakan permohonan terhadap kasus tersebut. Kasus tersebut bermula ketika Ditjen Haki menolak permohonan pendaftaran paten Bajaj pada 30 Desember 2009 dengan alasan ketidakbaruan dan tidak mengandung langkah inventif. Atas penolakan tersebut, Bajaj Auto mengajukan banding ke Komisi Banding Paten. Namun Komisi Banding dalam putusannya pada 27 Desember 2010 sependapat dengan Direktorat Paten sehingga kembali menolak pendaftaran paten tersebut. Hal tersebut dikarenakan prinsip motor Bajaj merupakan prinsip yang masih baru berkembang.

Kesaksian dalam sidang tersebut, satu silinder jelas berbeda dengan dua silinder. Untuk konfigurasi busi tidak menutup kemungkinan ada klaim yang baru terutama dalam silinder dengan karakter lain. Namun, kebaruannya adalah ukuran ruang yang kecil. Dimana harus ada busi dengan jumlah yang sama. Keunggulan dari Bajaj ini adalah bensin yang irit dan memiliki emisi yang ramah lingkungan.

Ditjen HAKI punya catatan tersendiri sehingga menolak permohonan paten ini, yaitu sistem ini telah dipatenkan di Amerika Serikat atas nama Honda Giken Kogyo Kabushiki Kaisha dengan penemu Minoru Matsuda pada 1985. Lantas oleh Honda didaftarkan di Indonesia pada 28 April 2006. Namun dalih ini dimentahkan oleh Bajaj, karena telah mendapatkan hak paten sebelumnya dari produsen negara aslanya, yaitu India.
Dari kasus diatas dapat dianalisa bahwa perusahaan Bajaj dimungkinkan kurang jeli dalam masalah penggunaan mesin yang aman digunakan untuk konsumen. Walaupun kenyataannya menurut perusahaan Bajaj tersebut menolak atas tuntutan yang diajukan oleh Ditjen HAKI. Sebaiknya jika terbukti bersalah sebaiknya sesegera mungkin diberi solusi untuk perbaikan mesin tersebut agar tidak terjadi masalah seperti pencabutan penjualan dan lainnya. Namun jika pernyataan berbanding terbalik dari tuduhan awal, sebaiknya perusahaan tersebut menunjukkan bukti fisik yang kuat dan tidak berdiam untuk enggan berkomentar, karena pada asalnya dari negara produsen awal tidak terjadi masalah pada pemesinan tersebut.
Semoga kedepannya tidak terjadi pelanggaran hak paten khususnya bidang industri, dan sebaiknya pencipta suatu teknologi wajib mematenkan hasil karyanya agar tidak terjadi permasalahan yang menyebabkan merugi dan menurunkan image dari perusahaan yang bersangkutan.

Referensi:

Halaman